Prolog

Riset Perkebunan Nusantara didirikan melalui proses transformasi dari Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI). Cikal bakal LRPI adalah lembaga-lembaga riset yang telah ada sejak zaman kolonial. Lembaga ini melakukan penelitian komoditas komersial yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan, yaitu kelapa sawit, karet, kakao, kopi, teh, kina dan gula. Lembaga riset tertua adalah lembaga penelitian gula yang ada di Pasuruan, Jawa Timur yang berdiri pada tahun 1887, sehingga saat ini mencapai usia 130 tahun. Dengan nasionalisasi perusahaan perkebunan asing pada tahun 1957, pemerintah Indonesia mengambil alih pemilikan perusahaan perkebunan asing tersebut bersama lembaga-lembaga penelitian yang ada di dalamnya. Akibat proses nasionalisasi yang tidak utuh, lembaga penelitian ini tidak memiliki status yang jelas dan sering mengalami perubahan pengelola sebelum ditetapkan menjadi PT RPN.

Penelitian Kelapa Sawit dan Kelapa

Pada tahun 1916 didirikan Algemeen Proefstation der AVROS (APA) oleh perusahaan perkebunan yang tergabung dalam Algemeen Vereeniging van Rubber Planters Ooskust van Sumatra (AVROS).

Setelah nasionalisasi tahun 1957, lembaga penelitian kelapa sawit Algemeen Proefstation der AVROS (APA) dikelola oleh Gabungan Perusahaan Perkebunan Sumatera (Gappersu) dan namanya diubah menjadi Research Institute of Sumatera Planters Association (RISPA). Pada tahun 1964 Badan Pengawas Usaha PPN Aneka Tanaman membentuk Pusat Penelitian Aneka Tanaman di Marihat, yang selanjutnya dinamakan sebagai Marihat Research Station. Pembinaan dilakukan oleh PNP-PNP I, II, III, VI, VII. Pada tahun 1968 RISPA diubah namanya menjadi Balai Penelitian Medan di bawah pengawasan Dewan Pembina yang dibentuk oleh Menteri Pertanian. Pada awal tahun 1982 Direksi PT-PT Perkebunan II, VI, dan VII membentuk Pusat Penelitian Kelapa di Bandar Kuala bagian dari Kebun Adolina. Pada tahun 1987 oleh AP3I Pusat Penelitian Kelapa diubah namanya menjadi Pusat Penelitian Perkebunan (Puslitbun) Bandar Kuala, Marihat Research Center menjadi Puslitbun Marihat, dan RISPA/Balai Penelitian Perkebunan Medan menjadi Puslitbun Medan. Akhirnya, reorganisasi tahun 1992 menggabungka Puslitbun Medan, Puslitbun Marihat, dan Puslitbun Bandar Kuala menjadi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).

Penelitian Karet

Penelitian mengenai budidaya karet telah dimulai sejak tahun 1890 dengan didirikannya Centrale Proefstation Vereeniging (CPV). Pada tahun 1933 CPV Bogor menangani penelitian regional untuk wilayah Jawa Barat, termasuk juga penelitian budidaya karet. Pada tahun 1941 AVROS bersama-sama dengan Bond van Eigenaren van Netherlands – Indische Rubber Ondernemingen membentuk badan otonomi yang dinamakan Netherlands Indische Institutuut voor Rubber Onderzoek Stichting (NIRO Stichting) yang memiliki satu balai yaitu INIRO.

Setelah nasionalisasi tahun 1957, Centrale Proefstation Vereeniging (CPV) diubah namanya menjadi Balai Penyelidikan Perkebunan Bogor, dan Instituut voor Rubber Onderzoek Stihting (INIRO) diubah namanya Balai Penyelidikan dan Pemakaian Karet Bogor. Pada akhir tahun 1963 Direksi Perkebunan Karet Negara (PPN Karet) mendirikan Research Center (RC) BPU-PPN-Karet di Sei Karang yang efektif beroperasi Januari 1964 dengan daerah kerja di PPN Karet I s/d VIII dan Research Center BPU-PPN Karet di Perkebunan Merbuh (Semarang) dengan daerah kerja di PPN Karet XIII s/d XVI. Pada akhir 1964 Direksi BPU-PPN Karet memindahkan RC Merbuh (Semarang) ke perkebunan Getas di Salatiga, serta mengubah namanya menjadi RC Getas. Pada Juni 1965 Direktur BPU-PPN Karet memindahkan RC Karet Sei Karang ke Tanjung Morawa dan mengubah naman lembaga menjadi RC Tandjung Morawa. Pada tahun 1968 dilakukan penggabungan Balai Penyelidikan Perkebunan Bogor dan Balai Penyelidikan dan Pemakaian Karet Bogor menjadi Balai Penelitian Perkebunan Bogor (BPP Bogor). Pada bulan September 1981 Menteri Pertanian membentuk Balai Penelitian Perkebunan Sungei Putih (SK. No. 790/Kpts/Org/9/1981), yang semula merupakan kebun percobaan di bawah Balai Penelitian Perkebunan Medan. Pada tanggal 11 September 1981 Menteri Pertanian juga meningkatkan Kebun Percobaan Sembawa menjadi Balai Penelitian Perkebunan Sembawa (SK. No. 789/Kpts/Org/9/1981). Pada tahun 1987, AP3I mengubah nama RC Getas menjadi Puslitbun Getas, RC Tandjung Morawa menjadi Puslitbun Tandjung Morawa, Balai Penelitian Perkebunan Sembawa menjadi Puslitbun Sembawa, dan Balai Penelitian Perkebunan Sei Putih menjadi Puslitbun Sungei Putih. Akhirnya, pada reorganisasi tahun 1992 Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK), Puslitbun Sungei Putih dan Puslitbun Tandjung Morawa digabung menjadi Pusat Penelitian Karet (Puslit Karet). PPK tetap memiliki tiga Balai yaitu Balit Sembawa, Balit Getas dan BPTK Bogor.

Penelitian Kopi dan Kakao

Penelitian kopi dimulai di Kebun raya Bogor pada tahun 1901, dan pada tahun yang sama penelitian kakao dimulai di Salatiga dengan didirikannya Proefstation voor Cacao oleh perusahaan-perusahaan kakao di Jawa Tengah. Pada tahun 1911, pemerintah Belanda mendirikan Malang Proefstation yang juga menangani penelitian kopi, dan Besoekisch Proefstation yang juga menangani penelitian kopi dan kakao di samping komoditas lainnya. Pada tanggal 4 Mei 1933 mengubah kedua proefstation tersebut menjadi Centrale Vereeniging tot Beheer van Proefstation voor de Overjarige Cultures in Nederlandsch-Indie (CPV) Malang dan CPV Jember. Pada tahun 1952 CPV Malang dan CPV Jember digabung dengan kantor pusat di CPV Bogor.

Setelah nasionalisasi tahun 1957, lembaga penelitian kopi dan kakao dikelola oleh Badan Koordinasi Perkumpulan dan Organisasi Perkebunan. Pada tahun 1964 CPV Jember dikelola oleh Gabungan Perusahaan Sejenis Perkebunan Pusat, dan pada tahun 1965 dikelola oleh Yayasan Dana Penelitian dan Pendidikan Perkebunan. Pada tahun 1978 bersama-sama dengan BPP Bogor, BPP Medan, dan BPTK Gambung diserahkan pengelolaannya kepada Badan Litbang Pertanian. Pada tanggal 9 September 1981 melalui SK No. 786/Kpts/Org/9/1981 CPV Jember dibentuk menjadi Balai Penelitian Perkebunan Jember. Pada tahun 1989 melalui SK No. 823/Kpts/KB.110/11/1989 diserahkan pengelolaannya kepada Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia (AP3I), dan pada tahun 1987 Balai Penelitian Perkebunan Jember diubah namanya oleh AP3I menjadi Puslit Perkebunan Jember. Pada saat reorganisasi di tahun 1992, Puslitbun Jember diubah namanya menjadi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslit Koka).

Penelitian Gula

Penelitian gula diawali dengan didirikannya Proefstation oor suikerriet in West Java di Cirebon oleh Gubernur Jenderal pada tanggal 23 Juli 1886 (Gouvernment Besluit No.2), dan Het Proefstation Midden Java di Semarang pada tanggal 22 Nopember 1886 (Gouvernment Besluit No.217), serta Het Proefstation Oost Java di Pasuruan pada tanggal 9 Juli 1887 (Gouvernment Besluit No.31). Dalam rangka penyederhanaan maka pada tahun 1921 ketiga institusi tersebut digabung dan pada tahun 1943 dilanjutkan pengelolaannya ole Togyo Shikensho di bawah pengawasan administrasi Militer Jepang. Pada tahun 1947-1957 instansi tersebut dikelola oleh pabrik-pabrik gula Indonesia secara bersama-sama.

Setelah proses nasionalisasi tahun 1957, lembaga penelitian gula dikelola oleh Badan Koordinasi Perkumpulan dan Organisasi Perkebunan, kemudian secara resmi lembaga penelitian gula diberi nama Balai Penyelidikan Perusahaan Perkebunan Gula (BP3G). Pada tahun 1986 dibentuk Asosiasi Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (AP2GI) yang menggantikan peranan BP3G dalam pengelolaan terhadap lembaga penelitian gula. Akhirnya, pada Mei 1987 secara resmi lembaga penelitian gula diubah namanya menjadi Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).

Penelitian Teh dan Kina

Setelah dimulai penanaman kina yang pertama pada tahun 1881 dan penanaman teh yang pertama di kebun Gambung pada tahun 1877, maka pada tahun 1901 di Kebun Raya Bogor dimulai penelitian teh, kopi, Tembakau, dan karet oleh pemerintah Belanda setelah mendatangkan bibit unggul dari beberapa negara asal keempat komoditas tersebut ke Kebun Raya Bogor. Pada tahun yang sama perusahaan perkebunan teh di Sukabumi mendirikan Proefstation voor Thee yang diresmikan oleh pemerintah Belanda pada tanggal 13 April 1902 (Gouvernment Besluit No.16). Karena terlalu jauh jaraknya dengan Kebun raya, maka Proefstation tersebut dibubarkan dan pada tanggal 31 Mei 1911 dibentuk lembaga penggantinya Algemeen Proefstation voor Thee di Bogor dan Proefstation voor Kina di Pengalengan.

Pada tahun 1925 lembaga penelitian teh dan kina tersebut dibiayai oleh Algemeen Landbouw Syndicate (ALS). Pada tahun 1933 karena terjadi krisis ekonomi dunia maka berdasarkan Crisis Cultur Ordonanties (Stbl. 1933 nos 202-209) mulai 4 Mei 1933 dikelola oleh suatu badan pengelola bernama Centrale Vereeniging tot Beheer van Proefstation voor de Overjarige Cultures in Nederlandsch-Indie (CPV), yang mengelola penelitian secara regional sehingga ada tiga proefstation, yaitu CPV Bogor menangani Jawa Barat (semula Proefstation West Java), CPV Malang menangani Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat ( semula Proefstation Midden en Oost Java), dan CPV Jember yang semula adalah Besoekisch Proefstation), tetapi kantor pusat dari ketiga CPV tersebut ada di Bogor.

Setelah proses nasionalisasi pada tahun 1957, lembaga penelitian teh dan kina dikelola oleh Badan Koordinasi Perkumpulan dan Organisasi Perkebunan. Kemudian pada tahun 1964, penelitian teh dikelola Balai Penelitian Perkebunan Besar Bogor yang semula adalah Centrale Proefstation Vereeniging (CPV) Bogor, dan pada tahun 1968 sebagian kegiatan penelitian teh dan kina dilakukan oleh Pusat Penelitian Budidaya Teh dan Kina di Cinyiruan di bawah pembiayaan PTP-PTP X, XI, XII,XVIII, XIII, dan XXVI . Pada tahun 1973 penelitian teh dan kina disatukan dalam sebuah wadah Balai Penelitian Teh dan Kina yang berlokasi di Gambung (BPTK Gambung) melalui SK Menteri Pertanian No. 14/Kpts/Um/1/1973 tanggal 10 Januari 1973. Seiring dengan pembentukan Asosiasi Penelitian Pengembangan Perkebunan Indonesia (AP3I) tahun 1987, menteri pertanian pada tahun 1989 menyerahkan pengelolaannya kepada AP3I (SK Mentan No 823/Kpts/KB.310/11/1989), dan nama BPTK diubah menjadi Puslit Perkebunan Gambung. Akhirnya, pada reorganisasi tahun 1992 Puslit Perkebunan Gambung diubah menjadi Puslit Teh dan Kina (PPTK).

Penelitian Bioteknologi

Secara lokasi, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan yang ada sekarang, yakni di Jalan Taman Kencana No 1, Bogor, adalah Perubahan dari CPV Bogor pada tahun 1933 yang membawahi CPV Malang dan CPV Jember serta kebun percobaan Sembawa. Pada tahun 1957 diubah menjadi Balai Penyelidikan Perkebunan Besar Pada tahun 1968 digabung dengan INIRO dan diubah namanya menjadi Balai penelitian Perkebunan Bogor yang melakukan penelitian secara regional menangani komoditi teh, kopi, kakao, karet, dan kelapa sawit.

Penelitian bioteknologi dimulai sejak tahun 1984 oleh masing-masing balai dan pusat penelitian sebagaimana tersebut di atas. Pada tahun 1992, bagian teknologi Balai Penelitian Perkebunan Bogor dipisahkan menjadi Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor dan bagian budidaya dipisah menjadi Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan berdasarkan SK Dewan Pengurus Harian (DPH) AP3I No. 084/Kpts/DPH/XII/1992. Peneliti dan kegiatan penelitian di pusat penelitian dan balai penelitian sebagaimana di atas dipindahkan ke Bogor di bawah Puslit Bioteknologi Perkebunan. Selama periode 1992-2002 mengalami beberapa perubahan nama dan sejak tahun 2005 ditetapkan menjadi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI).